Saturday 19 January 2013

Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer, adalah seorang sastrawan yang lahir di Blora, Jawa Tengah. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Nama Mastoer milik ayahnya dirasakan terlalu aristokratik maka ia menghilangkan awalan "Mas" dari nama belakangnya dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. Semasa kecilnya Pramoedya tidak terlalu cemerlang dalam hal pendidikan, ia sempat tiga kali tidak naik kelas di Sekolah Dasar. Pramoedya kecil yang dianggap bodoh oleh ayahnya akhirnya melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Radio di Surabaya dan lulus dengan nilai yang cukup baik. Dimasa mudanya, Pramoedya kerap masuk penjara tanpa melalui proses pengadilan. Semasa penahanannya ia banyak menghasilkan novel-novel sastra. Diantaranya Tetralogi Buru, empat novel karangan Pramoedya Ananta Toer ini dikenal hingga ke mancanegara. Keempat novel itu adalah Bumi Manusia, Anak Segala Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca.

Keempat novel itu ditulisnya selama menjalani masa pengasingan di Pulau Buru, salah satu pulau dikawasan Maluku, Indonesia tanpa pengadilan setelah sebelumnya ditahan di Nusakambangan dan bukunya dilarang beredar. Pramoedya sempat dilarang menulis selama pengasingan dan penahanannya di Pulau Buru, namun akhirnya dengan berbagai cara ia dapat menyusun kata demi kata dan menghasilkan salah satu novelnya, Bumi Manusia. Semasa penahanannya ia sering menceritakan secara langsung kisah dalam novelnya ini kepada sesama tahanan, kisah yang bercerita tentang Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang tokoh pergerakkan pada zaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Dengan berbagai cara akhirnya Pramoedya berhasil menyelundupkan novel-novelnya keluar negeri dari tahanan dan kemudian menjadi koleksi penulis-penulis Australia dan diterjemahkan ke bahasa Inggris. Selain itu, semasa penahanannya ia juga menulis beberapa buku seperti Gadis Pantai, sebuah novel semi-fiksi sama seperti Tetralogi Buru miliknya namun novel ini bercerita tentang pengalaman hidup neneknya sendiri. Dan ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995), otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik (1995). Edisi lengkap Nyanyi Sunyi Seorang Bisu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Willem Samuels, diterbitkan di Indonesia oleh Hasta Mitra bekerja sama dengan Yayasan Lontar pada 1999 dengan judul The Mute's Soliloquy: A Memoir.



Kontroversi pernah menghampiri kehidupannya. Pramoedya yang adalah seorang anggota Lekra, akronim dari Lembaga Kebudajaan Rakyat, memunculkan kontroversi ketika Pramoedya mendapatkan Ramond Magsaysay pada tahun 1995. Banyak sastrawan lain yang menentang hal tersebut karena Pramoedya dianggap memiliki banyak kisah kelam selama keanggotaannya di Lekra. Salah satunya yang paling menolak dan menentang hal tersebut adalah Mochtar Lubis, ia sangat menentang pemberian penghargaan itu kepada Pramoedya Ananta Toer. Tak hanya itu, semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya sering dihina dan dikritik secara keras di koran saat itu. Semasa hidupnya Pramoedya selalu dibungkam dan tidak pernah didengarkan pembelaannya atas apa yang dituduhkan kepadanya.

Meski begitu Pramoedya Ananta Toer dengan segudang sejarah dan setitik kontroversinya adalah satu-satunya orang Indonesia yang dinominasikan sebagai penerima penghargaan Nobel Sastra. Tak hanya itu, beberapa penghargaan seperti, Mandajeet Singh Prize dari UNESCO pada tahun 1996, New York Foundation for the Arts Award pada tahun 2000, dan Penghargaan Pablo Nerudo dari Chili pada tahun 2004. Melalui tulisannya pula, Pramoedya terkenal sebagai seseorang yang memiliki tingkat imajinasi tinggi dan kemampuan mendeskripsikan yang sangat baik. Karya-karya sastranya diakui dunia, bahkan sampai dijadikan bacaan wajib dibeberapa sekolah di Australia. Namun sayang, tak banyak yang tau akan dirinya dinegerinya sendiri, Indonesia.



Ini tugas matkul Bahasa Jurnalistik, tugas menulis biografi singkat orang yang dikagumi. Semoga menghibur dan selamat menikmati!

Grazie-

Wednesday 16 January 2013

Pemerintah Jakarta Tidak Konsisten Tanggulangi Banjir

Banjir di Jakarta seakan sudah mejadi hal yang lumrah beberapa tahun belakangan, letak topografi dan ditambah dengan kinerja pemerintah Kota Jakarta yang tidak konsisten dianggap menjadi faktor utama banjir enggan beranjak dari kota Jakarta.

Letak topografi Kota Jakarta yang 40% dibawah permukaan laut atau sekitar 0-4 meter menjadi penyebab utama bencana banjir yang terus-menerus terjadi di Kota Jakarta. Tak hanya faktor topografi, kinerja pemerintah Jakarta yang tidak konsisten dalam menangani banjir Jakarta dan kerap salah dalam mengantisipasi banjir. Kemudian diperparah dengan kesalahan paradigma yang dialami pemerintah Jakarta yang menganggap, untuk mengatasi banjir solusinya adalah air hujan harus segera dialirkan ke laut, sedangkan permukaan laut nyatanya lebih tinggi dari permukaan tanah Kota Jakarta.
Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) dan Banjir Kanal Barat (BKB) yang merupakan proyek warisan Belanda dianggap tidak tepat menangani banjir untuk jangka panjang dan merupakan hasil dari paradigma yang salah dari pemerintah. Konsep membuang air langsung ke laut sudah lama ditinggalkan dan tidak digunakan lagi oleh negara-negara maju seperti Belanda, hal ini dikarenakan permukaan air laut yang naik akibat fenomena global warming.

Sikap tidak konsisten pemerintah terlihat dari kurangnya perawatan terhadap 13 sungai utama yang ada di Kota Jakarta dan lambannya proses relokasi pemukiman warga di kawasan pinggir kali. Diperparah juga dengan diberikannya 24 izin pembangunan mall baru yang tersebar diseluruh wilayah Kota Jakarta yang tentu bertentangan dengan program pemerintah yang mencanangkan akan memperbanyak lahan terbuka hijau dan lahan resapan air. Dan yang baru-baru ini adalah pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota yang dicanangkan Gubernur baru, Joko Widodo. Pembangunan jalan juga ikut menyumbang penurunan tinggi permukaan tanah Kota Jakarta, akibat dari pembangunan gedung bertingkat dan jalan-jalan beraspal wilayah Jakarta Utara mengalami penurunan daratan 10-15 sentimeter/ tahun dan wilayah Jakarta Pusat hingga Jakarta Barat turun 4-8 sentimeter/tahun.

Hal ini dibenarkan oleh pengamat tata kota, Nirwono Joga yang menganggap pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam penanganan banjir Kota Jakarta.
“Pemerintah Kota jakarta tidak konsisten menangani banjir, seperti yang kita tahu pemerintah kota Jakarta berniat memberikan ruang terbuka hijau yang lebih banyak tapi kemudian malah berencana membuat enam ruas tol baru dan ngasih ijin 24 mall baru di Jakarta. Gak konsisten itu namanya”. Ujar Nirwono.

Menurutnya, pemerintah kota Jakarta seharusnya mengembalikan fungsi waduk dan situ sebagai eco-drainasse, dimana waduk dan situ berfungsi sebagai daerah penampung dan daerah resapan air hujan. Eco-drainasse dianggap bisa menjadi solusi yang tepat dan menguntungkan karena tidak terlalu memakan banyak anggaran, dan menguntungkan karena dengan mengembalikan fungsi waduk dan situ di Jakarta sebagai daerah sumber air jika musim kemarau datang. Selain itu Eco-drainasse juga dianggap lebih menguntungkan karena dapat menjadi sumber air ketika musim kemarau tiba dibanding Deep Tunnel yang dicanangkan oleh Gubernur Joko Widodo.

Program normalisasi 13 sungai utama di Jakarta juga dianggapnya menjadi hal yang wajib dilakukan pemerintah dengan memeperlebar sungai yang sekarang lebarnya hanya 20-30 meter menjadi 100 meter yang terbagi menjadi 50 meter wilayah air dan 25 meter ditiap sisinya dan merelokasi pemukiman penduduk di pinggiran kali.

Dan yang terakhir adalah benar-benar konsisten menciptakan daerah ruang terbuka hijau untuk membantu fungsi eco-drainasse yang dijalankan waduk dan situ seperti dalam Undang-undang Tata Kota nomer 26 tahun 2007 pasal 29 dan 30.


Ini merupakan tugas liputan Penulisan Berita, semoga bermanfaat menyadarkan kita semua. Ciao!

Grazie-