Monday 3 June 2013

Gelar, Untuk Sesuatu yang Belum Kelar

KBBI > Cari Kata > Gelar :

ge·lar n 1 sebutan kehormatan, kebangsawanan, atau kesarjanaan yg biasanya ditambahkan pada nama orang spt raden, tengku, doktor, sarjana ekonomi; 2 nama tambahan sesudah nikah atau setelah tua (sbg kehormatan): ia diberi – “Sutan”; 3 sebutan (julukan) yg berhubungan dng keadaan atau tabiat orang
Diatas itu definisi resmi KBBI Online dari kata "Gelar". Singkatnya, gelar adalah bentuk penghormatan yang diberikan atas apa yang telah seseorang lakukan. Dan nihil kemungkinan diberikan kepada seseorang atas apa yang tidak pernah dilakukannya. Contoh yang lebih mudah, tak mungkin seorang yang tidak sekolah mendapat gelar sarjana. Gelar bukanlah hujan yang jatuh dari langit secara tiba-tiba ketika awan segempal pun tak terlihat.

Tetapi, cerah memang tak selalu cerah dan bebas dari hujan. Anomali. Yaa sebuah hal yang diluar akal sehat kembali terjadi. 31 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianugerahkan "World Statesment Award 2013" oleh Appeal of Conscience Foundation. Gelar ini diberikan atas (katanya) kontribusi Pak Pres dalam suksesnya toleransi umat beragama di Indonesia. Gelar yang ia terima dengan senyum serta tatapan penuh bangga atas (mungkin) dirinya sendiri. Gelar yang ia terima ketika jubirnya sendiri membelanya dengan menghina agama lain. Gelar yang ia terima ketika ribuan akun di jejaring sosial twitter mengumandangkan kekecewaan atas tindakannya menerima gelar tersebut. Gelar yang ia terima ketika banyak pemuka agama mempertanyakan tindakannya menerima gelar tersebut. Gelar yang ia terima lalu ditutup dengan sebuah pidatonya dalam bahasa Inggris beraksen khas Indonesia. Lalu pertanyaannya, toleransi macam apa yang diciptakan di Indonesia? Toleransi bagaimana yang dimaksud? Ketika beribadah dilarang, ketika tiga menteri yang jumlahnya tak lebih banyak dari jumlah rata-rata personil boyband bisa menciptakan peraturan untuk melarang orang beribadah, ketika umat sedang beribadah dan ditodong lensa serta paha terbuka, ketika ormas atas nama agama berdiri seakan diatas lebih tinggi dari hukum, ketika menghina etnis dianggap hal sepele, ketika perang antar suku terjadi hanya karena persoalan sepele, ketika aaahhh sudahlah terlalu banyak yang jikalau disebutkan tak akan terlalu jauh beda panjangnya dengan surat Markus didalam al-kitab.

Dimana letak toleransi di negara ini? Entah apa yang salah dengan pemberi gelar ini. Atau mungkin jarak NY tempat Appeal of Conscience Foundation ini berdiam terlalu jauh sehingga distorsi makna tercipta ketika di Indonesia terjadi sebuah pelanggaran toleransi beragama dan berummat? Terlalu over-thinking memang tapi adakah akal sehat yang bisa menjelaskannya?

Ada peribahasa "Koreksi diri sendiri dahulu sebelum mengoreksi orang lain"

Baik, kita lakukan koreksi mendalam dari sisi kita, sang penerima penghargaan. Atau tepatnya sang presiden "dalang" toleran nya manusia di Indonesia. Tidak diperlukan gelar sarjana, gelar doktor, atau 7 gelar honoris causa milik sang presiden untuk mengkoreksinya. Cukup menilik kejadian beberapa waktu terakhir, seperti yang tertera diatas, yang saya tulis dengan panjang. Tindakan pelarangan beribadah, mendirikan rumah ibadah, bahkan mengganggu umat yang sedang beribadah itu hal yang mudah ditemukan di Indonesia, hampir semudah menemukan tukang sayur dipagi hari. BANYAK!

Dari semua kejadian diatas, pernahkah kita melihat sang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berada turun tangan? menyelesaikan masalah antar rakyatnya? TIDAK! Ia lebih peduli akan update twitter perihal kegiatan atau makan siang apa ia hari ini. Ia lebih peduli akan seorang anak mantan Presiden yang gagal masuk ke partainya. Ia lebih peduli pada hal sepele sama seperti kepergiannya ke Swedia sebelum menerima penghargaan dari ACF tersebut.

Seharusnya ia melakukan hal yang hampir semua orang berakal sehat inginkan, menolak! Ya, menolak dan lebih peduli atas konflik horizontal diantara rakyatnya yang bersikut-sikutan perang urat saraf mempertahankan keyakinan agamais mereka atau perang golok hanya karena pemuda desa mereka dikeroyok pemuda desa sebelah. Toh penolakan gelar tersebut nyatanya tidak membuat ia kehilangan harga diri (lagi). Mengutip twit seorang pegiat media dan tokoh jurnalistik ternama :
Menolak penghargaan tak meruntuhkan integritas pribadi.
Yaa, tak akan hilang integritasnya bahkan mungkin bertambah dengan simpatik dari yang mengetahuinya. Tapi itu hanya teori, tak sebanding dengan logika sang penerima 7 gelar honoris causa dari universitas berbeda, gelar ksatria dari Ratu Inggris yang tentu luar biasa hebatnya hingga lupa peran utamanya dalam pemerintahan.

Pemimpin dengan gelar paling banyak pada zamannya mungkin. Semoga saja ia tak kehabisan blok minyak untuk ditukarnya lagi dengan gelar-gelar berikut.

Ada beberapa slentingan, gelar ini diberika agar sang Presiden dapat lebih giat menciptakan toleransi umat beragama di Indonesia. Atau singkatnya diberikan untuk sesuatu yang yang belum selesai, yaa gelar untuk sesuatu yang belum kelar.



[Ditulis dengan bantuan akal sehat berteman dengan amarah]

-Grazie

No comments:

Post a Comment